POHO| Perkembangan Poksay Hongkong (Poho) kian ramai di Indonesia. Bahkan antusiasme para penggemar Poho (Pohower) sudah merambah ke dunia penangkaran, dan tak sedikit yang sudah berhasil beternak Poho. Mitos yang selama ini mengatakan bahwa Poho tidak bisa diternak di negeri ini terbantahkan.
Untuk ternak Poho dibutuhkan kandang berukuran besar atau bisa juga menggunakan kandang penangkaran murai batu dengan menaruh pohon kecil yang rindang daun dan dahannya sebagai tempat untuk bersarangnya.
Proses penjodohan hampir sama dengan proses burung kicau lainnya yaitu burung betina yang sudah memasuki masa birahi dimasukan ke dalam kandang penangkaran lalu burung jantan yang masih dalam sangkar hariannya dimasukan kedalam kandang penangkaran tersebut selama beberapa hari agar kedua burung saling berkenalan dan berjodoh.
Untuk melihat betina sudah terlihat birahi, ketika betina suka menyahuti pejantan dengan panggilan kur..kurr..kurr… sambil mengeleperkan sayapnya berarti sudah waktunya burung jantan dilepas dalam kandang penangkaran untuk disatukan dengan betinanya.
Untuk sarang bisa menempatkan sarang dari anyaman rotan yang biasa digunakan untuk sarang burung lain. Selain itu disediakan beberapa bahan seperti daun cemara, serat kelapa, rumput kering dimasukan dalam sarangnya dan sebagian dibiarkan berserakan dilantai kandangnya.
Untuk menambah birahi Poho jantan dan betina bisa dengan mengatur pemberian ekstra foodingnya dalam jumlah besar seperti Jangkrik, ikan-ikan kecil, cacing tanah,UH dan kroto. Sedangkan untuk purnya ada beberapa penangkar yang melepas pur (tidak memberi pur) dengan tujuan agar burung lebih cepat naik birahinya ada juga yang memberikan sedikit pur.
Namun setelah berusaha melakukan penjodohan, tak jarang yang berhasil memproduksi sepasang Poho untuk bertelur. Karena itu butuh dicoba dan dicoba, dan terus bereksperimen sehingga menemukan Poho yang benar-benar siap bertelur dan menetas.
Discussion about this post