POHO| Sebutlah bocah kecil yang dipanggil dengan nama Tono oleh keluarga maupun lingkungannya, untuk ukuran bocah seusianya dia terbilang berperawakan mungil, tidak ada yang istimewa pada bocah ini selain bahasa bicaranya yang lugas meski sebenarnya dia termasuk kategori pendiam…
Ya, dia hanya bocah kurus yang dilahirkan di sebuah kota kecil, bocah itu berambut keriting, berkulit hitam.. diapun dilahirkan dari keluarga yang terbilang biasa-biasa saja, ayahnya sopir angkot & ibunya berdagang baju rombeng di pasar batu
Suatu pagi di tahun 1985, itu adalah hari pertama Tono sekolah kelas 1 SD.
Tono memang tak sempat mengenyam sekolah TK seperti anak kecil pada umumnya, karena keterbatasan biaya yang dimiliki orangtuanya, Tono tidak disekolahkan TK akan tetapi diajari secara langsung oleh ibunya untuk membaca, menulis dan berhitung.
Dengan langkah tegap mandiri, berpakaian putih merah bercelana pendek, memakai sepatu hitam beludru (bruce lee) dengan tas ransel kecil bergambar Voltus-V dia berangkat sekolah tanpa mau diantar ibunya..
Singkat kata, jam pulang sekolahpun tiba, Tono bergegas pulang, di tengah perjalanan pulang ke rumahnya, pendengaran Tono tertuju pada sumber suara yang berasal dari salahsatu rumah yang cukup mewah yang ternyata rumah tersebut adalah milik pak Haji xxxxxx..
Tono kecil merapat ke pagar rumah tersebut, pandangannya tertuju pada teras, dan di teras tersebut ada burung hitam keabuan berpipi putih yang akhirnya dia kenal dengan nama poksay hongkong, Tono memang tertarik kepada burung sejak dia masih kecil, dia sering mengamati perilaku burung liar di pekarangan yang tak terurus di samping rumahnya atau di halaman rumah kakeknya.
Pandangan mata Tono terkagum dengan mulut mungilnya yang menganga terkesima oleh kemerduan alunan nyanyian sang poksay hongkong…
Dia masih bertahan di pagar itu meski matahari telah menyengat, tangan mungilnya memegang jeruji pagar bercat putih yang mengelilingi rumah itu…
Tak lama kemudian, pemilik rumah keluar dari dalam, dengan nada sedikit tinggi bapak itu bertanya “le… lapo awakmu?” (nak sedang apa kamu?)
Dengan senyum malunya, jawaban polos dengan bahasa jawa halus dan sopan terluncur dari mulut mungil tono, “ningali peksi pak” (melihat burung pak).
Bapak itu menukas “wes, muliho kono, ojok nemplek pager engkok pagere rusuh” (sudah, pulang sana, jangan nempel ke pagar, nanti pagarnya kotor)
Seraya pergi dengan leher yang agak tercekat, Tono menjawab lirih “inggih pak, ngapunten” (iya pak, mohon maaf) Tono pun melangkah pulang, sesekali dia mencuri pandang menoleh burung poksay yang menyanyi di teras mewah tersebut, Tono kecil takut, karena pemilik rumah pandangannya agak melotot meski telah melihat dia melangkah menjauh dari rumahnya.
Sepanjang perjalanan pulang Tono teringat betul burung yang bagus di sangkar tadi, alunan kemerduannya masih terngiang di telinganya.
Impian Tono Kecil
Pada malamnya setelah belajar, Tono kecil masuk ke kamar tidur yang masih jadi satu dengan kedua orangtuanya dan adiknya yang masih berusia 3 tahun,
Dia melompat naik ke ranjang besi tua yang berdecit, sambil memeluk gulingnya, dia menatap langit-langit “sesek bambu”..
Pandangannya menerawang jauh, dia masih teringat burung yang tadi siang dilihat dan didengarnya di rumah pak haji xxxxx, dia ingin punya burung seperti itu, tapi pasti burung seperti itu mahal harganya, mengingat pemiliknya saja sampai menghardiknya saat dia melihatnya..
Tono kecil mendesah, menarik nafas berat, matanya terasa hangat berkaca-kaca, dia berdoa, memohon kepada Allah, agar kelak dia bisa menjadi orang sukses seperti pak haji xxxxxx sehingga bisa memiliki burung poksay hongkong seperti yang dimiliki pak haji tersebut
Hari-haripun berlalu, setiap pulang sekolah, langkah kakinya sengaja diperlahankan saat melintasi rumah pak haji pemilik poksay, guna mencuri pandang dan mencuri dengar kemerduan suara sang poksay hongkong..
Tapi satu hal yang dia lakukan, setelah melintasi rumah tersebut, dia berhenti sejenak, menatap ke langit seolah dia sedang melihat Allah duduk diatas awan disana, lalu berdoa memohon kepada-NYA, seraya memantapkan niat dengan mengepalkan tangan kurus mungilnya, AKU HARUS MENJADI ORANG SUKSES
Surabaya,
Markas Komando Armada II TNI-AL
“ditulis oleh Tono kecil yang pada saat dewasa dikenal dengan nama IsTono Yuwono oleh rekan-rekan sehobbynya memelihara poksay hongkong”
NB : Poksay Hongkong Membangkitkan Memori Masa Kecilku & Obat Kerinduan Akan Kampung Halamanku
Discussion about this post