POHO| Berdasar pada habitual poho di habitat asalnya yang merupakan tipe burung berkoloni, maka sewajarnya dalam merawat poho idealnya harus sepasang, bisa jantan-betina, bisa pula jantan-jantan.
Poho raja tuak yang saya rawat secara histori sebelum di tangan saya adalah poho yang memiliki pasangan poho jantan sebagai duet kicauannya. Namun naas, sang tandem karena berbagai faktor tiba-tiba mati mendadak, gak sampai hitungan pekan, si raja tuak mendadak pula jadi silent alias membisu.
Proses recoverinya ternyata gak semudah umumnya poho. Berbagai menu pakan eksklusif mulai genjot EF, mandi karamba dan penjemuran rutin dan intensif ternyata gak berbuah hasil positif.
Setelah 4 bulan berjalan baru tak carikan poho jantan sebagai tandem, gak sampe sehari begitu dengar siulan tandemnya reaksi raja tuak begitu mengesankan, sebuah ritme melodi seirama dengan goyangan ekornya jadi inner power yang selama ini terpendam jadi tereksplorasi sempurna.
Dari pengalaman ini kita bisa katakan, pancingan suara poho via audio multimedia gak seefektif dengan pancingan suara aslinya poho, baik suara kliunya jantan ataupun mbekurnya suara betina.
Pengalaman yang lebih dalam daripada itu adalah sebaik apapun asupan pakan/minuman yang kita berikan pada poho (khususnya bahan) selama kebutuhan mendasarnya laiknya di habitat alamnya tidak terpenuhi, sulit rasanya bisa mengeksplore potensi poho.
Ini bukan berarti menegasikan faktor penting setting pakan dalam mendongkrak performa poho, tapi faktor pakan berkorelasi dan berkontribusi positif dengan peningkatan performa poho apabila faktor kebutuhan mendasar (basic need) yang dibutuhkan poho seperti insting berkoloni dan suasana nyaman sudah terpenuhi. [Pakne Bella]
Discussion about this post